KOMPAS.com – Media sosial telah terbukti menjadi alat yang sangat efektif dalam menyebarkan informasi, termasuk yang berkaitan dengan kesehatan mental.
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSP, menyatakan bahwa kehadiran media sosial dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kalangan remaja, berperan penting dalam meningkatkan kesadaran mengenai gangguan kesehatan mental.
“Dengan adanya teknologi digital dan media sosial, isu kesehatan jiwa kini lebih mudah diakses dan lebih dekat di hati generasi muda,” katanya dalam acara Media Briefing Kesehatan Jiwa di Restoran Beautika, Jakarta Selatan, pada Selasa (17/12/2024).
Frekuensi Melakukan Self Diagnostic
Namun, kemudahan akses informasi ini perlu diimbangi dengan keterampilan literasi digital yang baik, agar tidak terjadi penyebaran informasi yang keliru yang dapat mempengaruhi pemahaman dan respons remaja terhadap kesehatan mental.
“Hal yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya miskomunikasi atau misleading information. Meskipun kesadaran akan kesehatan jiwa meningkat berkat konten di media sosial,” ungkapnya.
Dr. Ray juga menambahkan bahwa banyak penelitian telah dilakukan mengenai fenomena ini. Salah satunya adalah Social Listener Analysis, yang mengkaji cara remaja mengakses informasi terkait kesehatan jiwa di platform media sosial dan ruang digital.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak remaja cenderung melakukan self diagnostic, yaitu mendiagnosis kondisi kesehatan mental mereka sendiri berdasarkan informasi yang mereka temukan di media sosial.
“Ini berkaitan dengan konten yang disajikan secara singkat, ringan, dan sering kali dianggap ‘receh’ jika menggunakan istilah kekinian,” tambahnya.
Ray juga menekankan bahwa meskipun isu kesehatan mental semakin sering diperbincangkan di kalangan anak muda, pemahaman yang mendalam tentang topik ini masih kurang memadai.
“Ini menjadi perhatian, karena meskipun isu kesehatan jiwa semakin populer, pemahaman yang mendasar masih sangat minim. Sumber informasi mengenai kesehatan jiwa sebaiknya tidak diambil dari konten yang bersifat ‘receh’, melainkan dari konten yang berkualitas,” jelasnya.
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSP dalam Media Briefing Kesehatan Jiwa di Restoran Beautika, Jakarta Selatan, pada Selasa (17/12/2024).
Menurutnya, penting untuk mengarahkan kembali generasi muda kepada sumber informasi yang tepat. Informasi dari media sosial tetap dapat diakses, tetapi informasi yang valid dan dapat dipercaya seharusnya diperoleh di ruang kelas dan melalui pendidikan dari orang tua.
“Peran guru dan orang tua sangat penting agar anak-anak mendapatkan informasi yang benar dan bermanfaat,” tambahnya.
Konten yang dianggap ‘receh’ di media sosial tidak dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kesehatan mental.
“Jika tujuannya adalah untuk meningkatkan attractiveness agar orang tertarik pada isu kesehatan jiwa, mungkin konten yang tidak serius tidak menjadi masalah,” ujarnya.
“Namun, menjadikan konten tersebut sebagai sumber pembelajaran sangat tidak dianjurkan,” tutup Ray.
Ikuti breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Bergabunglah dengan saluran WhatsApp Kompas.com di: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan aplikasi WhatsApp sudah terinstal di ponselmu.